31 . Pertanyaan dari RISTIA RATNASARI :
Selamat malam, saya ingin cerita sedikit. Saya baru saja putus cinta, sebenarnya hal seperti ini sangat wajar jika saya masih sedih atau galau, tapi jika tiba-tiba teringat dia, bada saya jadi dingin, menggigil, merinding, bahkan mual dan mau muntah. Seperti badan saya itu tidak terima apapun yang berhubungan dengannya. Terlebih apabila tidak sengaja bertemu dengannya, badan saya langsung dingin, menggigil, merinding dan mual. Apa ada yang salah dengan diri saya? Terima kasih atas waktunya
Dear Mba,
Wajar saja bila seseorang mengalami mood negatif setelah mengalami perpisahan, apalagi bila hubungan tersebut sudah cukup lama berlangsung atau sudah pernah menjajaki tahapan yang serius. Apakah dulu Anda pernah mengalaminya ketika menghadapi perpisahan atau baru dirasakan dengan mantan pasangan Anda sekarang? Kondisi fisik yang Anda alami merupakan gejala psikosomatis yang merupakan manifestasi atas mood negatif Anda. Mungkin keluhan fisik tersebut didasari oleh rasa tertekan ataupun cemas. Yang jelas, ingatan mengenai pasangan Anda ataupun pertemuan langsung dengan pasangan Anda menumbuhkan kondisi "tidak aman" dalam pikiran dan perasaan Anda. Jalan keluarnya adalah dengan bagaimana Anda membangun "rasa aman" tersebut, yang mana dapat Anda latih dengan menjalankan psikoterapi dengan psikolog. Demikian, mood Anda pun kian stabil sehingga memiliki dampak positif langsung atas gejala fisik yang Anda rasakan.
Jika dibutuhkan, kami siap membantu Anda. Nomor untuk membuat janji temu: 0215609432 / 081219591678 (Telp/SMS/WA).
Semoga bermanfaat.
Salam,
Alexandra G. A., M.Psi., Psi., C.Ht
32 . Pertanyaan dari Member :
saya baru sadar kalau saya menderita depresi sekitar 1-2 tahun yang lalu. tapi gejala-gejalanya sudah saya rasakan dari kecil. sekarang saya berumur 23 tahun dan baru lulus kuliah. saya bingung kenapa pikiran saya selalu negatif jika ingin memulai suatu yang baru, seperti bertemu dengan orang atau melakukan kegiatan. jika bertemu orang baru saya merasa mereka pasti akan tidak suka kepada saya padahal saya tahu pasti itu tidak benar dan tidak ada orang yang bisa membaca pikiran orang lain. jika depresi saya sedang benar-benar kambuh, saya hanya tidur dan menangis sepanjang hari. kadang saya takut tidur karena sebelum tidur saya pasti akan menangis, atau saya tidur terlalu lama karena saya tidak mau berurusan dengan pikiran-pikiran negatif saya. saya susah sekali merasa gembira atau bahagia, perasaan yang paling aman ya hanya datar saja, sisanya sedih dan putus asa serta merasa tidak berguna. main concern saya adalah dulu waktu sekolah kalau sedang kambuh saya tinggal pura-pura sakit dan ibu saya mengijinkan tidak masuk, tapi jika nanti saya punya pekerjaan saya tidak mungkin melakukan hal demikian tapi saya juga pasti tidak kuat untuk masuk kerja. mohon bantuannya karena saya tidak tahu harus berbuat apa dan bercerita kepada siapa. terima kasih banyak
Dear Ibu,
Saran saya, segeralah berkonsultasi dengan tenaga profesional. Melihat kondisi Anda, baiknya Anda melakukan farmakoterapi antidepresan dengan psikiater terlebih dahulu. Jika mood Anda sudah lebih terkontrol, barulah psikoterapi dapat membantu Anda memodifikasi pola pikir yang negatif tersebut.
Pola pikir yang negatif terbentuk dalam masa perkembangan individu. Pembentukan tersebut bisa datang dari pola asuh orangtua, perilaku teman-teman sekelas, ataupun pola didik guru. Pengalaman atas kondisi tersebut tertanam di alam bawah sadar Anda sehingga berpengaruh terhadap pola pikir, perasaan, dan tindakan Anda dalam menghadapi suatu hal di masa sekarang. Terapi psikofarmaka antidepresan hanya akan membantu Anda memulihkan mood Anda tetapi tidak mengatasi masalah Anda secara permanen. Maka dari itu, perlu dilakukannya psikoterapi untuk membantu Anda melatih mood, menyelesaikan konflik alam bawah sadar, memodifikasi pemikiran, dan berlatih menggunakan coping (penyelesaian) saat Anda menghadapi masalah yang sekiranya dapat memicu mood/pemikiran negatif tersebut.
Jika dibutuhkan, kami siap membantu Anda. Nomor untuk membuat janji temu: 0215609432 / 081219591678 (Telp/SMS/WA).
Semoga bermanfaat.
Salam,
Alexandra G. A., M.Psi., Psi., C.Ht
33 . Pertanyaan dari Member :
Barangkali saya tipikal dg umum.
Saya 41 th, single, tapi ingin menikah dan berkeluarga, namun pacar saya tidak menampakkan ingin menikah walau sudah berpacaran 14 th. Dia menyokong finansial saya, sehingga saya tidak khawatir saat harus keluar dari pekerjaan. Tetapi karena salah langkah saya tidak sukses, tidak punya rumah, kendaraan, suami atau anak, atau binatang peliharaan.
Sudah 4 tahun saya tidak bekerja fulltime, sekarang saya sama sekali tidak produktiv, hanya andalkan pacar.
Saya merasa failure, karena saya juga tidak soleh (muslim), ibu saya juga sudah tua sehingga beliau juga tidak care lagi pd saya, (kami 9 bersaudara saya nomor 5).
Saya tidak punya motivasi hidup produktiv lagi. Apa yg harus saya lakukan? Life without support sucks. Mohon bantuan.
Dear Ibu,
Ditinjau dari teori perkembangan psikososial Erikson, Anda memang sedang memasuki usia perkembangan Generativity vs. Stagnation. Generativity berhubungan dengan kontribusi dan pencapaian yang dimiliki dalam hidup, yang mana perncapaian tersebut sekiranya dapat diteruskan kepada generasi selanjutnya. Pencapaian tersebut tidak semata-mata berupa materi, namun dapat berupa pembelajaran hidup, keahlian, karya dll. Bila seseorang tidak berhasil meraihnya, maka akan terjadi stagnasi (Stagnation) dalam hidupnya. Mereka seperti kehilangan makna hidup dan tidak lagi termotivasi untuk produktif. Hal inilah yang telah terjadi pada Anda.
Saran saya adalah mencari kegiatan yang produktif. Produktif itu tidak selamanya dimaksud sebagai kegiatan mencari uang. Produktif lebih dimaksudkan dengan memiliki aktivitas atau tetap aktif berkegiatan sesuai dengan kondisi fisik masing-masing. Bila masih dirasa mampu untuk bekerja, maka bekerja lah semampu Anda. Anda pun dapat mencari kesibukan dari hobi-hobi yang mungkin sudah lama tidak Anda lakukan atau bergabung di berbagai kegiatan sosial/keagamaan. Perluas lingkungan sosial Anda dan teruslah berkarya, seperti mengajar anak-anak tidak mampu. Hal tersebut dapat membuat hidup Anda lebih bermakna.
Jika dibutuhkan, kami siap membantu Anda. Nomor untuk membuat janji temu: 0215609432 / 081219591678 (Telp/SMS/WA).
Semoga bermanfaat.
Salam,
Alexandra G. A., M.Psi., Psi., C.Ht
34 . Pertanyaan dari Member :
Selamat malam,saya pelajar usia 19 tahun. Saya memiliki masalah dengan ayah saya, saya tidak tahu cara menghadapi ayah saya yang selalu menang sendiri dan tidak bisa tahan nafsunya, kalau keinginannya tidak di penuhi ayah saya langsung marah, saya sudah lelah mengalah, bagaimana saya menghadapi beliau?
Dear Mba,
saya tidak dapat memberikan saran yang optimal karena saya pun belum pernah bertemu dengan ayah Anda dan tidak etis bagi saya untuk menilai orang hanya berdasarkan sedikit informasi saja. Tapi, saya dapat membantu Anda lebih terbuka atas hal-hal berikut. Coba Anda perhatikan, apakah hal ini hanya terjadi terhadap Anda atau terhadap anggota keluarga yang lain? Bila ya, bagaimana respon mereka terhadap perilaku si ayah? Memang sulit bila kita terus dihadapkan dengan stressor, apalagi posisinya bila sekarang Anda pun masih bergantung dengan ayah Anda.
Memasuki usia 19, dapat dikatakan bahwa masa-masa inilah seorang anak akan belajar untuk hidup mandiri. Ingatlah bahwa suatu saat pun Anda akan memiliki keluarga sendiri dan tidak lagi bersama ayah Anda. Mungkin Anda dapat memilih tempat kuliah/tempat kerja yang cukup jauh dari rumah sehingga Anda dapat tinggal di tempat lain (ct: kos). Bila tidak memungkinkan, cobalah untuk mencari kegiatan yang dapat meminimalisir pertemuan dengan ayah. Saya tidak menyarankan hal tersebut dengan maksud melarikan diri atau bersikap durhaka, namun lebih untuk belajar hidup mandiri dan meringankan beban psikologis Anda. Dengan intensitas pertemuan yang lebih jarang, akan timbul rasa rindu dan toleransi. Anda pun akan dapat lebih terbuka dan menyadari hal-hal positif dari ayah Anda dan tidak terlalu terfokus terhadap sifat negatif ayah. Di satu sisi, Anda dapat mengajak ayah Anda bertukar pikiran tanpa terlalu terbawa emosi karena Anda sudah tidak lagi terus menerus dihadapkan dengan stressor.
Jika dibutuhkan, kami siap membantu Anda. Nomor untuk membuat janji temu: 0215609432 / 081219591678 (Telp/SMS/WA).
Semoga bermanfaat.
Salam,
Alexandra G. A., M.Psi., Psi., C.Ht
35 . Pertanyaan dari Member :
saya mahasiswi umur 22 tahun akhir-akhi ini saya merasakan ketakutan jika bertemu kerabat dan teman saya yang entah tau alasannya. entah mengapa saya merasa gugup, suara saya menjadi mengecil dari biasanya jika saya sedang berada dikeramaian atau sedang berinteraksi dengan org lain,terkadang juga saya merasa makhluk asing jika dihadapkan pada keramaian, hal yang paling parah sering kali saat saya harus presentasi didepan kelas jantung saya berdetak kencang jari-jari saya bergetar tiada henti cara berbicara saya pun lamban dan acak-acakan sehingga maksud pikiran saya tidak dimengerti oleh lawan bicara saya dan pikiran saya pun menjadi blank. selain itu ketika hendak melakukan sesuatu pikiran saya selalu dibayangi rasa takut melakukan kesalahan, memalukan diri sendiri, saya bertindak mencelakakan org lain singkat kata sy takut kehadiran sy membuat kekacauan. dan saya merupakan orang yang moody saya dapat merasakan kesedihan dan kesendirian kapan saja dimana saja. apakah saya menderita social phobia atau depresi (tapi saya tidak merasa ada masalah berat untuk dihadapi)?
Dear Mba,
sepertinya gejala yang Anda ceritakan telah mengarah pada Agoraphobia, yang merupakan bagian dari Gangguan Kecemasan. Langkah terapi bagi penderita Agoraphobia adalah dengan menjalankan farmakoterapi antianxietas (dengan psikiater) dan menjalankan psikoterapi dengan psikolog untuk menggali konflik alam bawah sadar, membantu berlatih meregulasi kecemasan, memodifikasi pemikiran negatif agar lebih positif, dan berlatih coping yang lebih adaptif ketika rasa cemas dan pikiran negatif itu muncul. Farmakoterapi diberikan kepada penderita dengan intensitas kecemasan yang dirasa sangat besar dan dianggap sudah mengganggu fungsi hidup. Dengan pemulihan yang tumbuh seiring dengan dilakukannya terapi psikologi, pemberian dosis obat pun dapat diterminasi bila individu sudah mampu meregulasi kecemasannya secara mandiri.
Untuk dilakukan di rumah, Anda dapat meringankan rasa cemas dengan berlatih relaksasi http://www.konsultasipsikiater.com/article_det-26-mengatasi-kecemasan-dengan-relaksasi.html. Selain itu, cobalah untuk menguji pemikiran Anda mengenai kekhawatiran akan kekacauan yang dapat terjadi (seperti cerita Anda). Bila memang terjadi, coba refleksikan kembali, apakah memang betul semua itu atas kesalahan Anda dan tidak ada faktor/orang lain yang berperan atas kejadian tersebut dan sekiranya bagaimana meminimalisir kesalahan tersebut di masa depan? Bila tidak terjadi, demikian pemikiran atas kekhawatiran Anda tidak selamanya selalu terjadi, bukan?
Jika dibutuhkan, kami siap membantu Anda. Nomor untuk membuat janji temu: 0215609432 / 081219591678 (Telp/SMS/WA).
Semoga bermanfaat.
Salam,
Alexandra G. A., M.Psi., Psi., C.Ht