Ceritakan Masalah Anda, Kami Siap Membantu




"Perlu diketahui bahwa konsultasi online bukan merupakan perwakilan dari konsultasi tatap muka, namun hanya sebagai gambaran konsultasi tatap muka."

Klik disini jika Anda setuju untuk mempublish nama anda dihalaman website.

working..

 

Beberapa Dari Mereka Telah Mnyelesaikan Masalahnya Disini, Sekarang Giliran Anda

 

36 . Pertanyaan dari Member  :
     saya mahasiswi kedokteran gigi semester 6. saya punya riwayat hipertiroid, 6 bulan yg lalu sdh dioperasi (tiroidektomi) lalu skrg saya di diagnosis hipotiroid. saya sakit sejak tahun 2012. penyakit saya ini amat mengganggu aktifitas di kampus, saya sulit konsentrasi, jika terlalu banyak beban pikiran saya gampang sekali drop, dan saya bolak balik di rawat di rumah sakit. akibatnya aktifitas di kampus pun jadi terganggu. saya tidak bisa menyelesaikan praktikum karena harus dirawat di rumah sakit, nilai saya banyak sekali yg tidak lulus karena saya merasa susah sekali menerima pelajaran. akibatnya sekarang saya harus mengulang beberapa mata kuliah dan itu membuat saya amat stress. saya sangat ingin membuat orang tua saya bahagia, tetapi saya malah harus mengulang mata kuliah yang mengakibatkan saya tidak bisa mengambil skripsi di semester 8. saya orang pertama di anggota keluarga besar yang berhasil kuliah di jurusan kedokteran gigi. jadi tekanannya sangat besar, saya merasa saya harus berhasil dan sukses. tapi kenyataannya sekarang saya sangat kecewa pada diri saya sendiri. makin kesini pun saya makin sadar kalau kedokteran gigi bukan keahlian saya, saya merasa sama sekali tidak berbakat di bidang ini. sering kali saya berpikir, kenapa saat di operasi tuhan tidak mencabut nyawa saya sekalian?

 

Dijawab Oleh : Dr. Maria Irene Hendrata

dear mbak,

Terima kasih atas sharingnya. Penyakit tiroid yang mbak alami melibatkan gangguan hormonal dan berpengaruh pada mood juga. Tampaknya tekanan mbak sebagai satu-satunya anggota keluarga yang bisa masuk ke kedokteran gigi juga membuat lebih berat dalam menjalaninya, juga keharusan untuk berhasil dan sukses. Orangtua pasti bangga pada mbak yang berhasil masuk ke kedokteran gigi namun jika mbak menemukan bahwa bidang ini bukan keahlian mbak, mungkin mbak dapat mempertimbangkan pilihan untuk pindah jurusan. Banyak cara untuk berhasil, tidak hanya dengan menjadi seorang dokter. Dari cerita mbak tampaknya ada pikiran-pikiran ke arah kematian, baiknya mbak membicarakan hal ini pada orang lain terutama jika terdapat ide untuk mengakhiri hidup. Mbak juga dapat berkonsultasi pada layanan psikologi di kampus atau pada psikiater. Jangan membiarkan hal ini berlarut-larut sendirian. Terima kasih.

37 . Pertanyaan dari Member  :
     Saya seorang mahasiswi usia 23 Tahun dan sudah berpacaran dengan laki-laki selama 6 tahun 5 bulan. Ia terbuka dengan saya termasuk mengenai orientasi seksualnya. Ia termasuk Masokisme (terangsang merasakan sensasi dihina, direndahkan, disuruh-suruh, dan ia pernah berkata "aku kan pelacurnya kamu". Rencananya tahun depan ia mau melamar saya. Namun sebelum ke pernikahan, saya ingin memastikan apakah saya harus meninggalkannya karena gangguan seksualnya atau saya tetap melanjutkan ke pernikahan? Untuk keadaan sekarang, ia berkata ia berusaha menghilangkan gangguannya, untuk sekarang ia sudah meminimalisir masokisme (dihina, disuruh-suruh, direndahkan) dengan alasan ketika menikah nanti dampak ke anak bagaimana, apakah pasangan bisa menerima, apakah sampai tua masih mau seperti itu, dan dilarang oleh agama. Saya menyarankan ia untuk ke konselor/psikiater tapi ia tidak mau karena ia hanya bercerita sama saya dan tidak ingin orangtuanya tahu (jika orang tuanya tahu, ia yakin orangtuanya akan tersakiti hatinya karena anak mereka terkena gangguan seksual) Saya sangat berterima kasih sekali jika Bpk/Ibu dapat memberikan solusi dan saran yang saya sangat butuhkan demi masa depan dan pernikahan saya nanti. Salam,

 

Dijawab Oleh : Alexandra Gabriella A., M.Psi, Psi., C.Ht, C.ESt

Dear Mba,

Masokisme memang termasuk salah satu parafilia dalam dalam kajian kami. Namun, biasanya penyimpangan seksual seperti masokisme dapat "ditoleransi" sejauh hal tersebut diterima oleh pasangannya serta tidak merugikan/mengancam orang lain (contoh kasus: fetishism, veyourism, exhibitionism, dll.). Mengenai masalah agama, bukanlah kebijakan saya untuk menjelaskannya. Tapi dari sisi psikologis, saya bisa menjelaskan bahwa semua jenis parafilia bersifat multidimensional, yaitu banyak faktor yang melatarbelakanginya. Perlu di gali lebih jauh untuk mengetahui masalah perkembangan masokisme pasangan Anda dan untuk menentukan langkah terapi yang tepat.

Menjelaskan kekhawatiran Anda, pertama, masokisme pasangan Anda tidak akan memberikan dampak apapun ke anak, selama hubungan seksual Anda dengan suami tidak pernah diketahui/dilihat oleh anak, atau Anda memiliki gambaran kekhawatiran lain? Kedua, Bagi diri Anda sendiri, apa yang sebenarnya dirasa paling memberatkan bagi Anda dari perilaku masokisme pasangan? Kembali lagi, hubungan seksual bersifat pribadi, sehingga tidak mungkin orang lain akan tahu mengenai perilaku seksual pasangan Anda dan memberian penilaian/label atas hubungan seksual Anda nantinya, bila itu menjadi kekhawatiran Anda.

Jika dibutuhkan, kami siap membantu Anda. Nomor untuk membuat janji temu: 0215609432 / 081219591678 (Telp/SMS/WA).

 

Semoga bermanfaat.

                                          

Salam,

 

Alexandra G. A., M.Psi., Psi., C.Ht

38 . Pertanyaan dari Member  :
     Saya mahasiswi usia 20 tahun. Masalah saya pada emosi saya. Saya gampang meluapkannya. Saya tidak bisa melihat sesuatu yg salah apalagi di sekitar saya. Saya langsung marah dan saya memperlihatkan jika saya sdg marah . Meskipun saya tidak meluapkannya dgn kata2. Sedikit saja tidak sepemikiran dgn saya, saya sering marah. Jika sdg marah dirumah Saya langsung diam saja, masuk kamar dan tidak menghiraukan yg lain . apa saya mengalami gangguan atau bgaimana? Dan bagaimana mengatasi emosi saya yg gampang mencuat. Tks..

 

Dijawab Oleh : Alexandra Gabriella A., M.Psi, Psi., C.Ht, C.ESt

Dear Bapak, 

untuk menentukan bahwa seseorang itu mengalami gangguan atau tidak, harus dilakukan dengan beberapa prosedur. Bisa saja gejala ketidakstabilan emosional itu hanya satu contoh gejala yang disadari, karena biasanya hal tersebut berhubungan dengan pola pikir yang tidak adaptif ataupun konflik alam bawah sadar yang tidak terselesaikan. Saran saya adalah segera menemui tenaga profesional psikolog untuk menggali permasalahan Anda.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga stabilitas emosi adalah dengan berlatih relaksasi. Selain itu, cobalah tentukan pengalaman/benda/tempat/seseorang yang dapat membangkitkan rasa tenang bagi Anda. Ketika sekiranya kemarahan akan meluap, cobalah menahan beberapa detik untuk membayangkan pengalaman/benda/tempat/orang tersebut sambil Mengatur napas Anda. Selain itu, coba pertimbangkan kembali konsekuensi negatif dan perasaan orang lain ketika Anda melampiaskan kemarahan. Demikian, Anda pun akan terlatih untuk menahan diri.

Jika dibutuhkan, kami siap membantu Anda. Nomor untuk membuat janji temu: 0215609432 / 081219591678 (Telp/SMS/WA).

 

Semoga bermanfaat.

                                          

Salam,

 

Alexandra G. A., M.Psi., Psi., C.Ht

39 . Pertanyaan dari dwisaputra  :
     Selamat Pagi, Sebetulnya saat ini kami mengalami kebingungan harus berkonsultasi ke mana karena kebetulan putri kami baru berusia 5 bulan tetapi sudah mengalami hal yang sangat buruk buat kami. Singkat cerita, putri kami baru saja mengalami tindak kekerasan dan prilaku yg sangat kasar dari pengasuhnya. saya dan istri kebetulan sama-sama bekerja, jadi dengan segala kondisi yang ada kami mempekerjakan seorang pengasuh untuk putri saya. kurang lebih berjalan 3 bulan anak saya berada di rumah hanya berdua dengan pengasuh saat kami kerja. sekitar 1 bulan terakhir kami mulai curiga melihat kondisi dan perilaku anak saya yang mulai sering menangis keras, membuang muka dan berhenti mengoceh riang seperti biasanya. berdasarkan kecurigaan kami tersebut akhirnya kami pantau dengan CCTV, sangat tidak kami duga baru hari pertama kami gunakan CCTV tersebut akhirnya terlihat begitu tindak kekerasan dan kasar dari pengasuh putri kami. atas perbuatannya tersebut, dampak bagi putri kami saat ini yang sangat nampak adalah perubahan perilaku seperti sering menangis keras dengan ekspresi ketakutan, tidak mau menoleh saat dipanggil cenderung membuang muka, setiap mendengar suara keras/suara tepukan tangan langsung menangis keras (karena di cctv terlihat sering dibentak2, ditabok, ditelantarkan saat menangis dan diperlakukan sangat kasar lainnya). saat ini kami tidak tau apa yang terjadi / dialami oleh putri kami, kami khawati dia mengalami gangguan psikologis karena trauma akibat perlakuan yang dia terima. langkah pertama yg telah kami lakukan kami putus dulu rantai komunikasi/pertemuan dengan pengasuhnya kemudian kami coba treatment dengan memberikan penghiburan dan sering mengajaknya bermain bersama keluarga besar kami. Mohon bantuannya untuk dapat memberikan pandangan atas apa yang putri kami alami dan bagaimana cara kami memulihkan kondisinya kembali serta harus ke mana kami untuk berkonsultasi lebih intensif. terima kasih atas bantuannya.

 

Dijawab Oleh : Dr. Maria Irene Hendrata

dear Bapak,

terima kasih atas konsulnya. Tampaknya putri bapak mengalami kejadian yang traumatik saat bersama pengasuhnya dahulu. Pada usia putri bapak ia sedang mengalami konflik antara trust vs mistrust, dimana antara trust dan mistrust harus seimbang agar ia bisa berkembang dengan baik. Tampaknya saat berada dengan pengasuhnya tersebut ia banyak mengalami mistrust (diabaikan, disakiti, dibentak). Yang dapat dilakukan orangtua adalah mengembalikan kepercayaannya pada orang di sekitarnya dengan lebih banyak memberikan sentuhan dengan hangat, memeluk anak, dan memenuhi kebutuhan dasarnya. Jika kondisi anak Bapak belum kembali seperti biasa, Bapak dapat membawa anak Bapak berkonsultasi dengan psikiater anak.

Semoga bermanfaat.

Salam,

dr. Maria Irene Hendrata, SpKJ

40 . Pertanyaan dari Member  :
     saya seorang wanita saya punya pacar yg baru saja pacaran pertama kali dengan saya.awal-awal semua berjalan seperti biasa ketika beberapa bulan sekitar 3/4 bulan setelah hubungan lama-lama ada yg berubah dari dia. dia menjadi seseorang yg sangat moody dan sedikit-sedikit bete. saya tidak mengerti kenapa dia seperti itu. ketika saya bertemu dengan teman wanita atau pria dia cemburu . dia selalu ingin semua waktu saya hanya untuk dia padahal saya dan dia sudah 1 kerjaan. bahkan d kerjaan pun saya harus selalu ngabarin kemanapun saya pergi bahkan skali pun ke toilet di kerjaan dia selalu ingin tetap bbm dan telfon saya kemana pun saya berada. dan dia juga ingin selalu tau apa saja percakapan saya dan teman-teman saya jika saya tidak mau memberi tahu dia akan marah dan memukuli / melukai diri sendiri. saya sayang sama dia karna dia baik kepada saya tapi saya tidak suka kalau dia mengatur saya seperti pakaian apa yg saya pakai kemana saya mau pergi dengan siapa saja saya harus berteman. saya juga heran kalau saya tidak membalas chat dia seentar saja dia sudah nelfonin dan marah2 dengan saya.saya tidak bisa ninggalin dia saya sudah pernah mencoba tetapi dia mengancam ingin bunuh diri. apa yg seharusnya saya lakukan?

 

Dijawab Oleh : Alexandra Gabriella A., M.Psi, Psi., C.Ht, C.ESt

Dear Mba,

Terlihat bahwa gejala yang ditunjukkan oleh pasangan Anda sudah mengarah pada Gangguan Kepribadian Ambang (Borderline). Individu dengan Gangguan Kepribadian ini memang sangat sensitif terhadap rasa kesepian sehingga mereka seringkali merespon secara ekstrim dalam menghadapi situasi "ditinggalkan" dengan melakukan tindakan yang impulsif untuk memertahankan sebuah hubungan, seperti memukuli/melukai diri sendiri dan mengancam untuk bunuh diri. Dengan adanya respon positif yang Anda berikan (menuruti kehendak pasangan) atas perilaku impulsifnya, pasangan pun berpikir bahwa ia berhasil meraih kehendaknya sehingga ia cenderung mengulangi kembali tindakan tersebut untuk mengontrol Anda.

Perlu Anda selidiki, apakah pasangan Anda pernah melakukan percobaan bunuh diri atau minimal sudah pernah memiliki rencana yang konkrit untuk melakukan bunuh diri? Bila pernah, dapat dikatakan bahwa pasangan Anda mungkin saja berisiko melakukan percobaan bunuh diri. Tetapi, ingatlah bahwa Anda bukanlah orang yang harus bertanggung jawab atau patut disalahkan atas perilaku impulsif seseorang. Itu adalah pilihan yang ia lakukan secara sadar untuk mengontrol Anda. Selain itu, peringatkan orang-orang terdekat pasangan akan perilaku melukai diri dan ancaman bunuh diri dari si pasangan, sehingga mereka pun dapat membantu individu untuk mengawasi dirinya. Namun, bila Anda masih berusaha untuk memertahankan hubungan Anda, mulailah bersikap tegas atas perilaku-perilaku impulsif tersebut. Hindari memberikan respon yang positif atas perilaku impulsif yang dilakukan pasangan Anda. Bila perlu, syaratkan ia untuk menemui psikiater/psikolog demi mendapatkan tritmen yang tepat untuk memerbaiki dirinya.

Jika dibutuhkan, kami siap membantu Anda. Nomor untuk membuat janji temu: 0215609432 / 081219591678 (Telp/SMS/WA).

 

Semoga bermanfaat.

                                          

Salam,

 

Alexandra G. A., M.Psi., Psi., C.Ht

1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 |

Artikel Kesehatan